Wednesday, March 31, 2004

.:. K A M P A N Y E .:.


Minggu sore yang cerah, secerah hati Pipi. Cewek ceking itu sore-sore begini sudah mandi dan wangi, tak lupa memakai kaos salah satu partai yang dibagi kemaren pas pulang sekolah. Eits, jangan salah, bukan sekolah Pipi yang membagikan kaos loh, tapi orang-orang partai itu sendiri. Mereka pas lagi bagi-bagi kaos di pinggir jalan begitu Pipi lewat pas pulang sekolah. Jadi deh Pipi tertarik, trus nonton dan dapat kaos. Bahagia rasanya punya kaos salah satu partai politik yang ikutan Pemilu. Kevin yang sore itu datang buat maen basket ma Pedro cengar cengir sendiri melihat Pipi.

"Eh Pi, ga salah nih elu pakek kaos partai gitu?" tanya Kevin sambil mendribel bola basket. Pipi melotot. Enak saja salah ... masih waras tauk!
"Salah? Emang harus salah dulu baru boleh pakek kaos partai? Bang Kevin tuh yang enak saja ngomong ga jaga perasaan orang!" cerocos Pipi ga mau kalah. Kevin tambah lebar nyengir.
"Weiii kok marah sih adik sayang? Ya deh, silahkan berpesta kampanye!!" celetuk Kevin sembari nyelonong ke kamar Pedro. Pesta kampanye? Pipi pakek kaos ini bukan untuk ikut-ikutan pesta kampanye tauk! Pipi melempar gobernya ke sofa trus ngekori Kevin. Pedro pas kluar kamar begitu Kevin muncul. Tapi pandangan Pedro ga ke Kevin, melainkan ke balik punggung Kevin.
"What?!! Oi, gue nih Kevin, elu liat apa sih Ped? Kayak orang liat hantu partai aja lu wahahah ... latihan yuk!" ajak Kevin. Pedro langsung tertawa terbahak-bahak.

Di balik punggung Kevin, wajah Pipi dah kayak kepiting rebus. Marah banget dia mendengar omongan Kevin barusan. Kevin seperti tersadar dari mimpi indah dan memulai mimpi buruk begitu berbalik dan melihat Pipi berdiri sambil menatap tajam ke arahnya dan Pedro.
"Aduh Pipi .. maap, ga bermaksut kok, kan tadi gue ga liat elu hikhikhik." Kevin ga tahan juga akhirnya ikut ngakak. Pipi mendengus kesal dan berbalik pergi dari hadapan keduanya yang masih terus tertawa. Pipi kembali ke ruang tamu, meraih gober dan mulai membaca komik kesayangannya itu. Masih didengarnya tawa Pedro dan Kevin membahana dari halaman belakang disela bunyi bola basket yang di drible.

Pipi sebenarnya ga ngerti soal partai apalagi kampanye dan lain sebagainya yang masih ada hubungannya sama Pemilu. Ga memihak salah satu partai pun soalnya dia belum cukup umur untuk ngerti dan belum punya hak buat memilih. Hanya karena kebetulan saja tadi dia dapat kaos gratis. Kaos merah itu pun sebenarnya tipis banget, tapi lumayan lah dipakek untuk bersantai di rumah. Huh, dasar ga tau malu, jenggot merlin, sampah!! Enak saja mereka mentertawakan Pipi. Si tomboy sudah ga konsentrasi lagi baca Gober, dia trus mutusin jalan-jalan sore aja, keliling kompleks. Kalau kakinya kuat, mending sekalian ke rumah Rara. Siapa tau disana hatinya bisa lebih adem.

Di teras, mami lagi asik berkutat dengan pot-pot bunga sambil mendendangkan lagu telenovela, tontonan wajib mami. Begitu melihat Pipi, semprotan selang malah jadi ga beraturan dan kaos Pipi pun ikut keciprat.
"Mami gimana sih, nyiram bunga kok sampai kemana-mana." mami terlihat menahan senyum dikulum dan mulai tertawa pelan. Pipi sadar, mami pasti berpendapat sama seperti Kevin dan Pedro. Anak kecil kok ikut-ikutan pro salah satu partai.
"Ga pa pa sih Pi .. cuman itu kaosmu dapat dari mana? Sejak kapan keluarga kita jadi fanatik berat sama salah satu parpol yah Pi? Tunggu saja sampai papi tau heheheh." Pipi dapat membayangkan mami bakal bergosip di depan papi dan Pipi bakal jadi omongan mereka sepanjang malam. Huahh!!!!
"Miiiiiiiii Pipi kan cuman menikmati memakai kaos baruuu!!" jerit Pipi trus lari keluar rumah meninggalkan mami yang masih terus cekikikan sendiri.

Akhirnya Pipi keliling kompleks perumahan. Kedua tangan di saku jeans belelnya dengan mata melihat kanan kiri. Orang-orang melihatnya dengan pandangan aneh. Hikz, dimana-mana gue ditertawain. Wahahahah penulis pun ikutan tertawa *cetakz!!* pala penulis jadi sasaran karet gelang Pipi. Huhuhu kan penulis ikut berpartisipasi, nyumbang tawa. Pipi cuek, terserah orang mau bilang apa, yang jelas Pipi ga punya niat apa-apa pakek kaos salah satu partai. Pipi hanya senang saja, dapat kaos gratisan.

Langkah Pipi tanpa sadar membawanya ke rumah Rara. Pelan Pipi melirik ke teras rumah sohibnya itu, anggota geng REWO. Pipi masuk.
"Assalamu'alaikum!" tereak Pipi dari luar. Terdengar suara menjawab dari dalam. Oh la la, papa si Rara!! Pipi terkejut jut jut sekali. Bukan karena papa Rara orangnya aneh, bukannn. Tapi karena papa Rara saat itu lagi pakek kaos salah satu partai, partai yang berbeda dengan yang dipakek Pipi.
"Oh Pipi, ayo masuk. Rara lagi di dapur, bantuin mama nya bikinin kue." Pipi mengangguk lemas dan ragu-ragu masuk terus ke dapur. Rara yang tengah membantu mama nya jelas kaget melihat kedatangan Pipi yang agak tiba-tiba.

"Hei Pi!! Hihihi." tuh kan .. Rara saja mentertawakannya.
"Hebattt ... jadi Pipi ikut partai itu yah?" mama Rara berkomentar. Pipi menggeleng lesu.
"Tuh Ra, seperti Pipi dong, punya atensi, punya minat buat bergelut di dunia politik. Lah kamu mana mau begitu?" suara papa Rara mengusik mereka di dapur. Rara tertawa pelan. Buset, tertawa saja cewek ini masih pakek etika.
"Pi, kamu itu anak muda yang punya kreatifitas dalam memilih. Tapi om sarankan, sebaiknya pakek kaos partai ini saja, om masih punya banyak stok di dalam. Sebentar om ambilkan." dan Pipi pun serasa mau muntah mendengarnya. Rara dan mamanya tertawa lebih keras.
"Pi, papa itu fanatik berat sama partai 'itu' elu sih, dateng pakek kaos partai, cari gara-gara aja sama papa. Siap-siap dikuliahin deh." wajah Pipi berubah pucat. Ini bukan hal yang ingin dicarinya. Dia pengen ketenangan, dimana orang ga menilai dirinya berpihak pada salah satu partai hanya dengan memakai kaos partai tersebut!

Sebelum papa si Rara keluar dengan kaos dan pernak pernik partainya, Pipi cepat-cepat pamit sama Rara dan mama nya. Mending jalan-jalan lagi, dari pada harus mendengar celoteh papa Rara yang notabene mengharapkan Pipi sebagai pendengar setia dan di larang protes! Gila aja kalau harus begitu. Mama Rara sempet nahan.
"Ga nunggu kuenya jadi Pi? Rugi loh." Pipi menggeleng lesu. Rara memukul lembut lengannya.
"Ya udah kalau mau pulang. Ganti baju gih, biar ga ada yang reseh hehehe." ujar Rara sesaat sebelum Pipi benar-benar meninggalkan dapur dan sepasang ibu dan anak yang lagi asik bikin kue.

Di luar Pipi ga menoleh lagi ke rumah Rara. Cewek tomboy itu menghentakkan kunciran rambutnya dan berjalan lagi. Ditariknya nafas dalam-dalam. Komar!! Yess Pipi perlu ke rumah Komar!! Komar sahabatnya, Komar yang sering dibantu geng REWO selama ini, baik finansial maupun moril. Pipi bergegas menyeret langkah kaki nya ke rumah sederhana Komar yang terletak di gang sempit dan berbau. Itu dia. Komar kaget melihat Pipi. Pasalnya Komar juga lagi pakek kaos yang sama dengan yang dipakek Pipi.

"Hei Pi!! Wah, sama dong kita hehehe." Pipi cemberut trus duduk di bale-bale depan rumah Komar. Komar menyelesaikan pekerjaannya menyapu halaman trus duduk temenin Pipi.
"Air Pi?" tawar Komar. Pipi mengangguk. Komar masuk ke rumahnya, kemudian keluar dengan segelas air putih dingin. Pipi langsung menegak habis air putih tadi dan bernafas lega.
"Eh Mar, gue kesini buat nenangin pikiran, jangan ditambah dengan omongan soal partai yah!" ancam Pipi, Komar tertawa pendek.
"Siapa yang mau ngomongin partai? Gue ga ngerti soal partai-partai Pi, gue taunya gimana kerja jadi loper koran biar bisa dapat duit dan bantuin ibu." jawab Komar santai dengan pandangan mata menerawang. Pipi menoleh.
"Jadi?? Bagus deh kalau gitu!" sambar Pipi cepat.

"Gue ga ngerti Mar, kenapa orang-orang pada mengidentikan diri gue sama partai yang kaos nya lagi kita pakek sekarang ini. Eh, elu dapat dari mana kaos itu?" tanya Pipi.
"Tadi siang, pas pulang sekolah, ada yang bagi-bagi kaos. Lumayan lah Pi, buat dipakek di rumah, untung aja dapat kaos baru meskipun kaos partai. Buat makan saja susah, apalagi beli kaos baru?" ujar Komar lagi. Pipi tersenyum, senyum pertama untuk sore ini. Lega mendengar Komar bicara.
"Gue pakek kaos ini buat fun aja Pi." sama dong, batin Pipi gembira. Menjelang maghrib Pipi buru-buru pamit pada Komar.

Dengan pasti cewek itu melangkah pulang, meninggalkan pemukiman kumuh tempat rumah Komar berdiri. Dicegatnya salah satu angkot dan langsung pulang ke rumah. Di rumah Pipi bergegas sholat maghrib trus belajar. Kaos partai dilepasnya, bye bye. Bukan apa-apa sih, Pipi merasa lebih baik ga usah pakek salah satu kaos partai, masih dibawah umur dan itu akan berdampak pandangan melecehkan dari orang-orang yang kebetulan ga pro sama partai yang bersangkutan. Usai belajar Pipi ke ruang keluarga, disana mami dan papi lagi nonton tipi. Bi Ijah ikutan nonton sedangkan Pedro terlihat serius sama novel Harry Potter Pipi yang dipinjamnya.

"Eh Pi, dah selesai ikutan kampanye?" tegur papi begitu menyadari kehadiran Pipi ditengah-tengah mereka. Mami nampak menaham senyum.
"Yee papi, siapa yang ikutan kampanye? Dah ah ganti topik! Bosen Pipi dari tadi diledek mulu .." rengeknya sembari duduk ditengah-tengah mami dan papi.
"Ya udah, bagus kalau kamu sadar! Mending nonton telenovela dari pada ikutan kampanye hehehe." gurau mami. Igh, mami sih apa yang paling bagus selain telenovela?
"Iya iya .." jawab Pipi ngalah. Malam itu sebelum tidur Pipi menghabiskan waktu bersama papi dan mami, juga Pedro dan bi Ijah, ngobrolin tentang apa saja kecuali kampanye. Terlalu banyak partai malah bikin bingung. Apalagi bi Ijah, pembokat gaul itu kebingungan mau nyoblos yang mana. Penulis sih santai aja man B-) *ga tanya!!!!!!! <--- serbu Pipi kesal:P* wahahahha.

Sunday, March 28, 2004

.:. HARRY POTTER!! .:.


Pipi lagi seneng banget, tapi itu kesenangan yang kurang bagus deh *penulis mulai berkomentar pedas :P* soalnya Pipi lagi terobsesi sama Harry Potter, HP, yang kemudian menjadikan sikap cewek tomboy ini rada aneh. Pipi dibeliin Piko HP yang judulnya Harry Potter dan Orde Phoenix. Bukan orde lama, orde baru atau orde reformasi loh. Jauh mah itu dari Harry Potter! Dua hari ini koleksi Gober bebek dibiarkan mematung di rak buku dengan pasrah, menatap penuh harap disentuh Pipi untuk kesekian kali. Namun Pipi tetap cuek, tiduran, telungkup, duduk, berdiri, sambil baca Harry Potter!!

Bujubuneng, itu novel kok tebel amat? Yang baca aja ribet, apalagi yang bikin yah? Pipi seneng bukan main saat Piko menghadiahinya novel tersebut. Hadiah kecil dari Piko di hari yang bukan hari istimewah, itu membuat hati Pipi bahagia, Piko .. i luv u, batin Pipi. Penulis geleng kepala melihat ulah Pipi ini. Seperti hari ini, Pipi lagi asik membaca HP, hatinya ikut berdegup, keringat membasahi keningnya saat Harry dan Dudley diserang Dementor yang tampangnya adalah tampang yang paling dibenci di seluruh dunia, kedua setelah Voldemort! Pipi membaca tanpa berkedip sekalipun. Hatinya ikut diombang ambingkan kata-kata yang terjalin di setiap lembar novel setebal 1200 halaman itu.

Tok tok tok!! Pintu kamar Pipi diketuk dari luar. Pipi cuek, ga denger atau pura-pura ga denger, ga jelas. Dia tetap bersila di karpet, membaca dan membaca. Sampai kemudian terdengar suara mami melengking dari luar pintu.
"Piiippppiiii!!!!" Pipi tersentak, cepat-cepat menyelipkan pembatas buku dan bergegas membuka pintu. Disana mami dengan tampang mengerikan melotot pada putri bungsunya itu.
"I .. iya mi ... telenovela tadi bagus yah mi?!" mami menggeleng. Pipi cengengesan. Jelas mami marah. Marah sekali sama Pipi. Apa sebab?
"Pipi manis .. " lembut suara mami "SORE INI LES MATEMATIKA!!!" mami menjerit .. keokk, ayam tetangga mati satu :p Pipi sontak kaget. Ya ampun, les matematika!!
"Les mi .. Pipi lupa .. Pipi siap-siap dulu mi." jawab Pipi sambil lalu, meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Mami mendengus kesal.

Pipi cepat-cepat mandi, ganti baju dan melesat ke luar rumah. Hari ini les matematika, mati gue, batin Pipi. Masalahnya, sore ini les-nya di sekolah, bukan di rumah guru. Udah gitu, ada anak-anak kelas lain yang ikutan. Goblok lu Pi, kata penulis *dug, kerikil segede hp menyebabkan pala penulis benjol :P* Pipi pun ke sekolah, naik ojek, takut telat. Dan benar, Pipi hampir saja telat satu menit sesaat sebelum les dimulai. Yeah, seperti yang penulis duga, Pipi ga konsentrasi ikut les. Pikirannya melayang kemana-mana. Phie dilihatnya seperti Ron, Gita seperti Dudley dan Rara seperti Hermione. Yup, Pipi senyum-senyum sendiri. Pikiran gadis ceking itu sama sekali tidak di tempat.

Seandainya SMP Angkasa ini adalah Hogwarts. Dikepalai oleh Dumbledore, dengan profesor Snipe sebagai guru matematika dengan semua aturan-aturan sekolah sihir. Yup, Pipi pasti akan mempunya satu tongkat sihir dengan inti bulu phoenix di dalamnya, menggairahkan sekali itu! Pipi pasti punya sapu terbang, ga usah sebagus milik Harry, cukup sapu yang biasa dipakai madam mikmak, mimi hitam atau hortensia, Pipi senyum sendiri dalam lamunannya.
"Well, Pipi, kerjakan soal tadi di papan!" Pipi kaget, dunianya kembali, tak ada sihir tak ada keajaiban ... Sore itu Pipi ingin cepat-cepat kembali ke rumah, kembali masuk ke dunia sihir yang menakjubkan, seandainya dirinya bisa ber-apperate seperti George atau Sirius Black. Huah. Pipi ingin cepat tiba di kamarnya yang mungil .... Penulis geleng-geleng jempol.

Tiba di rumah, usai sholat Maghrib, Pipi kembali berkutat dengan dunia sihir. Sampai-sampai papi perlu mengecek apa putrinya itu masih hidup. Tega deh papi! Ga salah juga sih, lha wong Pipi itu seperti putri malu yang memingit diri sendiri di kamar! Pedro ikut-ikutan gelisah. Kakak Pipi ini masuk kamar Pipi.
"Dhuarrr!!" Pipi diam, ga kaget. Justru itu lebih mengagetkan Pedro. Ga biasanya Pipi cuek sama ulahnya.
"Eh Pi .. tadi abang ma Juleha jalan-jalan sore loh, di pinggir pantai, wuih romantis bo. Sekali-kali ajak Piko jalan-jalan dong Pi." Pipi diam, membalik halaman berikutnya dari novel tebal itu.
"Pi .. hp mu mati yah? Tadi Piko tanyain ke abang ..." Pipi diam lagi, ga peduli, seolah-olah Pedro ga hadir disana merecoki konsentrasinya. Pedro ga habis akal.
"Eh Pi, di toko nirmala ada poster Harry Potter gede loh!" deg, Pipi langsung menatap abangnya dengan sinar mata yang cerah.
"Bener bang?! Berapa harganya? Aduhhh mana duit Pipi dah tipis lagi. Mami ngijinin Pipi minta tambahan duit ga yah bang?" serang Pipi berapi-api ke Pedro, sampai Pedro kebakaran :P
"Ga boleh. Mami ga ngijinin!" suara mami menggelegar dari pintu kamar yang terkuak, Pipi dan Pedro serentak menoleh.

Mami masuk kamar, diikuti papi. Pipi menutup novel dan duduk disamping Pedro. Takut juga sih, mami kalau marah bahaya, ayam tetangga bisa-bisa mati lagi tuh!
"Untuk apa?" tanya mami lagi.
"Koleksi mi .. biasa .. abg tuh!" sambar Pedro cepat. Pipi mencubit lengan abangnya gemas.
"Pedro, kalau ga disuruh ngomong ga usah ngomong!!" bentak mami sengit. Pedro pucat, menatap penuh harap ke arah papi. Tapi papi membuang muka sejauh-jauhnya ampe lupa kembali hihihihi. Pipi puas melihat tampang Pedro.
"Untuk apa beli poster segala? Itu namanya mengeluarkan duit tanpa rencana, bisa menghancurkan perekonomian keluarga tau!" ye mami ... ada-ada saja alasannya.
"Iya Pi .. untuk apa? Papi lihat, Pipi sudah mulai terobsesi sama Harry Potter. Ngefans sih boleh Pi, tapi jangan sampai fanatik gitu, ga baik buat kesehatan." tambah papi, kali ini memang ada benarnya.
"Kalau sakit, bawalah anak-anak ke dokter pi... eh .. kok mami jadi nyaut ke papi sih?" ujar mami lagi hihihii. Pedro ma papi cekikikan.

Pipi masih duduk, ikutan nyengir denger celoteh kedua orangtuanya yang kadang memang mengundang tawa. Saling sahut, tapi ga nyambung gitu.
"Pi .. novel itu punya siapa?" tanya papi bijak. Cukup bijak untuk ukuran papi.
"Punya Pipi .. dikasih ma Piko." jawab pipi singkat.
"Piko yang anak gembel itu? Eh salah.. yang kita ketemu di dermaga pas mancing itu?" tanya papi lagi, Pipi mengangguk mantap.
"Oh.. yang dah jadi pacar Pipi itu?" Pipi cemberut. Idih papi, dah tau masih nanya, basi ah!
"Jadi itu novel punya Pipi kan? Kapan saja bisa Pipi baca ... seperti koleksi Gober-gober itu." kata papi sambil nunjuk ke arah rak buku. Pipi mangut lagi.
"Nahhhhh .. artinya, Pipi ga perlu menghabiskan setiap jam untuk novel itu, masih banyak waktu untuk sebuah novel, waktu senggang itu lah saat yang tepat untuk membaca. Bukan di waktu belajar, makan bahkan di waktu kumpul sama keluarga." kata papi lagi .. bijak memang.
"Iyah pi, kalau tiba-tiba papi atau mami mati, gimana dong! Pipi ga punya saat-saat terakhir, moment terakhir yang membahagiakan bersama papi atau mami .." Pipi terperangah, sejauh itu kah pikiran orangtuanya?

"Betul itu pi, sedangkan sebuah novel bisa menunggu, sedangkan makan malam ga bisa menunggu, les matematika ga bisa menunggu, mandi ga bisa menunggu dan belajar untuk ulangan besok pun ga bisa menunggu..." mami kali ini lebih pelan volume suaranya. Ayam tetangga masih aman bobo :p~~
"Yup!! Apalagi sampai terobsesi, apa-apa dikaitkan dengan Harry Potter. Masa pagi tadi Pipi bilang begini pi, eh bang Ped, kalau Pipi punya sapu terbang, kita jalan-jalan ke jogja ga usah naik kapal! Trus ngoceh ga hentinya soal Ridicculus, Acio bla bla igh, mo sihir abang jadi katak yak? Ga usah Pi, abang dah mirip!!" tambah Pedro.
"Emberrr." sahut Pipi, mami dan papi bareng. Pedro nyengir kuda.


Tapi Pipi diam, Pedro, papi dan mami memang benar seratus persen. Dirinya telah terbawa arus Harry Potter terlalu jauh. Pipi tengadah .. semua menatap sayang ke arahnya. Pipi tersenyum, bahagia sekali mendapat perhatian dan kasih sayang yang begitu besar dari keluarganya. Betul kata sinetron, harta yang paling berharga adalah keluarga. Saat terpahit dan terpuruk pun dalam hidup kita, hanya keluarga lah yang akan menemani, memberi dukungan buat kita. Orang lain mungkin ikut membantu, tapi keluarga adalah yang paling dekat dengan kita.

"Iya deh, Pipi akui salah dalam hal ini hehehe. Maafin Pipi yah mi, pi dan bang Ped. Pipi jadi rada aneh akhir-akhir ini, terobsesi pengen jadi Harry Potter, pengen bisa sihir dan melakukan keajaiban yang jelas ga mungkin terjadi." kata-kata itu menjawab semuanya.
"Kalau gitu, kita makan malam sama-sama yuk! Perut papi dah keroncongan nih, membayangkan masakan mami...." sambar papi cepat sembari memegangi perutnya. Semua tertawa. Bi Ijah muncul di saat-saat terakhir.
"Non Pipi, telpon dari Piko .." Pipi melonjak, segera berlari keluar kamar, meraih gagang telepon.
"Halooo hei Piko!!" jerit Pipi pelan.
"Pipi sayang .. kemana ajah? Kenapa hp nya nonaktif? Kangen nih .. jangan-jangan Pipi lebih mencintai Harry Potter dari gue nih .." ujar Piko dari seberang. Pipi tertawa.
"Nyaris Ko .. untung ga jadi hihihihi. Besok siang ketemu yah .. " jawab Pipi. Setelah basa basi sebentar Pipi menutup pembicaraan.

Di meja makan anggota keluarga yang lain telah menanti Pipi. Oh la la, betapa senangnya merasakan diri kita lah yang ditunggu saat makan malam. Merasakan betapa mereka semua mengkhawatirkan Pipi dan Harry Potter. Pipi cengar cengir duduk di samping Pedro.
"Oke anak-anak ayo makan .. jangan lupa untuk mencicipi kue yang tadi mami bikin yah, namanya kue darah lumpur ..." Pipi menoleh ke mami. Mami senyum jahil sambil mengedipkan sebelah mata.
"Becanda Pi .. kue lumpur maksutnya hahahhaha. Tapi bersyukurlah, kita adalah mugle yang ga dikejar-kejar voldemort!" Pipi lemes seketika. Ini yang terobsesi sama Harry Potter, Pipi atau mami? Hihihihi, Pipi cekikikan sendiri, si mami ada-ada saja ah!!
Keluarga sederhana yang kocak itu pun melewati saat makan malam dengan canda dan gurauan yang ga ada habisnya hingga saatnya naik tempat tidur. Pipi terlelap dalam mimpi indah tentang naik sapu terbang bersama hortensia!! Loh, itu kan bukan anggota Harry Potter yak? Hihihihi .. penulis terkekeh sendiri.

Tuesday, March 16, 2004

.:. BETE? JANGAN AH, RUGI!! .:.


Pipi, si manis yang tomboy dan ceking kita ini lagi bete. Lagi-lagi bete? Yah namanya juga orang hidup, ada saja kan betenya disela senangnya. Tul ga Pi? Penulis mencoba membangkitkan semangat Pipi eh malah dibalas Pipi sama pelototan sengit. Aw aw, Penulis ngalah dey, ga goda Pipi dulu hehehe. Kenapa Pipi sampai bete? Yup, back to bete nya Pipi. Pipi sampai bete itu gara-gara si Piko. What? Piko cowok baru Pipi itu kan? Kenapa sih? Pipi melotot lagi sama Penulis, kali ini Penulis menghindar jauh-jauh deh, dari pada kena digetok Pipi pakek sepatu butut papi :p. Eh eh, emang bete itu apa sih Pi? Waks, sepatu butut papi betul-betul mendarat dengan mulus di kepala penulis .. aw.

Okay, Pipi bete gara-gara Piko berdusta. Dusta yang ga bisa diterima batin Pipi yang masih labil. Piko, cowok smu Angkasa yang tlah resmi jadian sama Pipi itu, kemarin telah berdusta! Mbulet ah kata-katanya. Well, garis besarnya adalah Piko berdusta sama Pipi bilang mau les komputer, jadi kemaren sore ga bisa nganterin Pipi ke rumah Gita minjam buku. So Pipi pergi sendiri ke rumah Gita. Pulang dari rumah Gita, Pipi singgah dulu ke perpustakaan kota. Disitulah awal ke-bete-an Pipi dimulai. Di perpustakaan yang sepi itu, Pipi mendengar suara yang amat dikenalnya dari balik rak buku. Suara itu adalah suara Piko! Treng treng, Pipi ngintip. Piko disitu lagi duduk berhadapan sama cewek manis berambut kriting, ga seganas Phia sih kritingnya tapi tampang cewek itu bikin Pipi mual. Sok mesra gitu ke Piko. Memang sih yang mereka bicarakan, dari yang sempat dikuping Pipi, bukan soal asmara dan lain sebagainya yang menyangkut cinta. Tapi tetap saja Pipi bete, Piko telah berdusta padanya. Bukannya Piko seharusnya berada di Servas College buat les komputer? Pipi memilih pulang dengan segera tanpa meminjam buku apa pun.

Pagi tadi di sekolah Pipi uring-uringan sendiri. Geng REWO berusaha mendekatinya, tapi Pipi lagi galak, segalak macan kelaparan. So, si Gita, Phia dan Rara memilih mendiamkan saja. Toh Pipi dah sering begini, hasil akhirnya Pipi bakal menyelesaikan masalahnya sendiri. Paling dua tiga hari lagi Pipi pasti ceria kembali, ketawa ketiwi kembali bareng mereka. Hp sejak pagi tadi dimatiin Pipi. Dia ga mau meng-sms Piko apalagi menerima sms dari cowoknya itu. Seganteng apa pun Piko, Pipi tetap sebal sama dustanya. Pulang sekolah Pipi ga barengan sama geng REWO, dia memilih pulang dengan segera naik ojek. Hal itu dilakukannya untuk menghindari Piko yang suka nungguin dia di halte depan gerbang sekolah mereka yang tetanggaan. Smu dan Smp Angkasa memang berada dalam satu kavling karena dua sekolah itu berada dalam satu Yayasan, Yayasan Angkasa.

Pulang sekolah Pipi hampir saja mogok makan kalau ga melihat ikan bumbu asam manis di meja makan, yeee itu mah sama aja Pi. Mami asik nonton telenopelah, biasa, kalau mami di rumah, pasti nongkrong di depan tipi, kadang ditemani bi Ijah yang suka ikutan nangis bareng mami. Sedangkan Pedro dan papi belum pulang. Setelah cuci tangan dan ganti baju, Pipi cepat-cepat makan siang. Bete-nya sempat ngilang bentar begitu rasa asam manis ikan masuk ke mulutnya. Eh, habis makan, Pipi kembali ber-bete ria. Huh, Piko, kenapa kau dustai diriku? Batin Pipi sok puitis hehehe.

Pipi masuk kamar, tidur-tiduran di karpet sambil denger celoteh ayam tetangga yang ribut minta ampun. Kelaparan kali yah? Pipi ngitung jari-jarinya, masih sepuluh di tangan. Masih sepuluh juga di kaki. Pipi meraih hp, idupin ga yah .. gadis tomboy itu bimbang. Gimana kalau ada sms dari Piko? Bagaimana kalau Piko nelpon? Igh, Pipi blum siap berhadapan sama Piko, takut marahnya masih membara, takut si Piko dilempari sama aquarium Pedro. Pipi mendesah kesal. Piko kok tega yah berbohong? Pipi beteeeee banget. Sampai-sampai ga rela noleh sedikit pun sama penulis. Yah Pipi, kita kan pengen godain situ hikhikhik .. Awww, kamus gede Pipi mendarat mulus lagi di jidad penulis .. hihihihi.

Lama bete-betean di kamar, Pipi akhirnya mandi sore. Jam sudah menunjukan pukul empat sore, waktunya mandi. Sore ini Pipi ga ikut les matematika, gurunya sakit. So, habis mandi, Pipi yang sudah harum semerbak cari-cari Pedro di kamar. Kakak cowok satu-satunya itu lagi nulis. Nulis surat cinta. Surat cinta lagi? Buat siapa? Juleha kan dah resmi jadi pacar Pedro?
"Bang Pedrooooooooo!!!!" jerit Pipi dari muka pintu. Pedro kaget, hampir saja Pedro ayan-an gara-gara Pipi.
"Dodollllllllll .. jangan ngagetin gitu dong Pi. Jantungan nih. Tuh kan, konsentrasi nulis surat jadi kacau!" balas Pedro ga kalah kenceng. Pipi cekikikan, dia paling senang godain Pedro. Paling ga, itu mengobati sedikit bete nya 2 hari ini.
"Nulis surat buat siapa lagi? Abang jatuh cinta lagi? Juleha mau dikemanain bang?" tanya Pipi antusias sambil melirik-lirik kertas yang ditutupi Pedro.
"Hush, anak kecil! Ini kan urusan cowok!" jawab Pedro.
"Yeee .. biyar kecil, tapi ide-ide Pipi juga lah yang bikin abang ma Juleha jadian tauk! Huh." Pipi sengit. Pedro ngakak. Senang juga bisa membalas kejahilan adiknya.
"Ini surat buat Juleha juga, abang kan kadang grogi buat ngomong di depan dia, jadi banyak hal yang harus disampaikan lewat surat ..." Pedro malu-malu kucing. Pipi tersenyum jahil.
"Ya ampun, baru juga Juleha dah grogi bang, apalagi kalau Cindy Crawford yah? Dah ah .. abang silahkan melanjutkan acara nulis suratnya. Pipi mau baca Gober bebek dulu." Pipi keluar dari kamar Pedro. Di teras papi lagi asik baca koran. Koran bekas kemarin, biasa papi .. mana mau beli koran baru? Pedit!! Malas ngobrol bareng papi, Pipi kembali ke kamar, ngambil Gober dan mulai membaca tingkah Gober yang pedit kayak papi dan selalu diincar gerombolan si berat. Lagi asik membaca, bi Ijah teriakin Pipi dari pintu kamar.

"Non Pipiiiiiii dipanggil papiiii yuhuuuu." ya ampun bi Ijah. Pipi melempar Gober dengan gemas dan segera terbang ke teras. Tapi, oh la la, di teras papi malah lagi ngobrol sama Piko! Huah, mau menerkam Piko, ga etis lah, ada papi hihih. Pipi hanya berdiri mematung.
"Eh Pi .. papi ke dalam dulu ya." papi langsung masuk ke dalam, tinggal Pipi berdua Piko di teras. Pipi duduk. Diam. Ga mau ngomong. Bete. Tampang Piko malah aneh liat Pipi kayak gitu. Igh, ga ngerasa apa, batin Pipi.

"Pi .. kenapa?" tanya Piko santai. Suara Piko, suara yang selalu dirindui cewek tomboy ini, lebih berkharisma dari Rahul, mantannya itu. Ehits, dosa ngomongin mantan yak? Heheheehe.
"Bete!" jawab Pipi ketus seketus-ketusnya. Piko kaget sekaget-kagetnya.
"Bete kenapa? Hp nya mati terus dari pagi ya say .." Piko berusaha mencari tau apa yang terjadi.
"Ya bete! Piko itu pendusta bagi Pipi!!" Pipi masih ketus. Piko kaget lagi. Pendusta? Cowok itu mencoba mencari tau apa yang terjadi sampai dirinya dibilang pendusta sama cewek yang dicintainya ini, cewek abg yang tomboy ini.
"Pendusta? Emang Piko dusta soal apa sih?" tanya Piko ga ngerti.
"Kemarin itu, Piko bohing kan?!" sambar Pipi cepat.
"Bohing? Hebring? Bohong maksutnya?" Piko tambah ga ngerti.
"Iya, bohong maksutnya, keseleo lidah neh .." Pipi mulai melunak nada bicaranya, ga seketus tadi. Gut :P
"Bohong soal apa sih sayang .. gue ga pernah mau bohong, dusta, tipu sama Pipi." jawab Piko, dia pindah duduk di samping Pipi. Uhmm aroma Piko bikin Pipi terlena .. tsah.
"Kemarin Piko katanya les komputer. Kok malah ada di perpustakaan? Pipi kemarin ke rumah Gita sendirian, trus mampir ke perpus dan disana liat Piko sama cewek kriting itu!" Piko tersenyum .. lalu tertawa ngakak. Igh, ga tau apa kalau orang lagi bete? Malah diketawain. Pipi mencari-cari barang yang bisa dipakek buat lempar .. kursi, meja, pot bunga mami .. ah .. ga ada.

"Pi, kemarin itu gue memang ke tempat les. Trus sama guru les disuruh ke perpustakaan buat cari data. Ya sudah, les hanya setengah jam, sisanya gue sama Rully ke perpus Pi, cari data di sana. Data soal webdesign gitu. Emang sih di tempat les gue belajar microsoft dan sebagainya, tapi buat selingan, kita disuruh cari-cari tau soal webdesign gitu hehehe. Aduh Pi, makanya tanya dulu dong baru bete." jelas Piko panjang lebar tinggi semampai.
"Trus .." suara Pipi kian lemah, tanda-tanda epilepsi hikhikhik.
"Ya sudah .. gitu aja, trus pulang! Malam gue sibuk ngerjain pe er Pi, jadi ga sempat sms atau epon. Tapi pagi tadi abis subuh gue coba hubungi Pipi, hp mati. Sampai sore ini." Pipi terpekur ditempatnya. Bete tanpa sebab yah jadinya .. Pipi melirik Piko. Cowok itu mengacak-ngacak rambut Pipi. Wekz, kuncirannya jadi berantakan.
"Masih bete?" tanya Piko lembut. Pipi tersentuh. Piko baik, cowok baik dan pengertian. Piko ga marah dibentak-bentak. Penulis juga ga marah di lempari sama sepatu butut papi gegege.

"Ga bete lagi Ko. Maap yah. Gue sudah salah bete-bete gini." Pipi tersenyum malu-malu macan. Tapi tetep manis kok Pi .. penulis takut kena gaplok lagi.
"Ya udah, kalau gitu sore ini keluar yuk." ajak Piko lagi. Pipi mengangguk setuju. Cewek ceking itu melesat ke kamar ganti baju trus pamit sama mami dan papi. Mami malah sempat nitip.
"Pi, bilang ke calon mantu, beliin martabak holland yah .. teman nonton telenopelah gitu." Pipi cengar cengir. Idih mami, mulai deh kumat. Pipi menghampiri Piko di teras trus keduanya pergi deh berdua. Jalan-jalan di kota Ende yang mungil, nongkrong, ngebakso dan becanda.

Trus? Ceritanya sampai disini dulu yah, penulis capek nih hehehe. Intinya adalah, jangan suka curiga dulu sama hal yang belum pasti. Lebih baik ditanyai, diclearkan segera, biar ga ketombean :P Biar semua masalah cepat selesai dan ga bete kayak Pipi. Mending betenya itu ternyata beralasan tepat, kalau tidak? Yah .. rugi dong bete tapi ternyata ga beralasan gitu. Rugi dong. Untung si Piko cowok baik yang ramah tamah resepsi pernikahan, kalau tidak? Bisa-bisa Piko balas marah dan bete sama Pipi. Jadinya malah saling bete kan? Penulis pamit yakkk ... nyooookkkkkk.

tuteh, 17 Maret 2004

Saturday, March 06, 2004

.:. MAMI, MISS YOU!! .:.


Horee, Pipi nari-nari kecil diiringi dengan lantunan Angel-nya Shaggy. Cewek tomboy, ceking dan selalu ceria itu lagi hepi bukan alang kepalang. Bukan saja karena dirinya udah punya cowok baru yang namanya Piko, tapi karena mulai hari ini sampai 7 hari ke depan Pipi hanya tinggal serumah Pedro dan bi Ijah. Pagi tadi jam 8 pesawat Kaza membawa papi dan mami menuju Surabaya! Hore, Pipi lagi-lagi tertawa senang. Papi dan mami diundang sahabat papi menghadiri pernikahan anak satu-satunya. Om Trance, nama sahabat papi, adalah sahabat sejak smp. Om Trance hanya mempunyai satu putra dan berjanji akan mengundang papi dan mami ke Surabaya bila anaknya menikah, dengan catatan semua akomodasi dan sebagainya ditanggung om Trance. Yuhu, Pipi merasa seperti burung yang paling bebas di dunia.

"Oii ngapain Pi?!" Pedro muncul dari kamar. Matanya masih sipit, baru bangun tidur rupanya. Pipi tertawa lagi.
"Aduh bang Ped, Pipi tuh lagi merayakan kebebasan kita. Seminggu ini mami dan papi ga ada, boleh nonton mtv sepuasnya, boleh ga minum susu ke sekolah, pokoknya boleh ngapain deh! Satu lagi, Pipi dapat tambahan uang dari mami hehehhe .. senangnyaaa ..." Pedro bengong lihat tingkah adik satu-satunya itu.
"Loh, bukannya elu tuh paling manja sama mami?" ejek Pedro sambil nyengir.
"Woh, enak ajah! Bang Ped tuh yang paling manja hihihi. Dah ah, Pipi mo ke kamar dulu, mo belajar. Sore tadi Pipi ga ikutan les Matematika, aseikkkk." Pedro tambah bengong.
"Kenapa ga ikut les? Gue laporin mami ah.." ancam Pedro. Tapi Pipi dengan lagak cueknya masuk kamar tanpa menjawab.

Di kamar Pipi belajar dengan malas-malasan. Matanya sesekali melirik vcd Friends yang kemaren dipinjamnya dari Rara. Wah, belajar atau nonton? Walhasil Pipi memilih nonton. Ga tanggung-tanggung, malam itu dia nonton sampai jam dua belas malam! Tiga seri diselesaikan. Saat matanya betul-betul tinggal lima watt, gadis tomboy itu naik tidur, tanpa cuci muka dan kaki lagi. Beuh Pipi...

Gedoran di pintu kamar mengagetkan Pipi. Sudah keras, berkali-kali lagi. Pipi ngulet-ngulet badannya, masih ngantuk. Siapa sih? Masih belum pulih kesadarannya Pipi mendengar suara bi Ijah.
"Non Pipi!! Masuk sekolah ga? Ini sudah hampir jam tujuh loh!" Pipi ngulet-ngulet lagi kayak cacing. Bi Ijah, ga tau apa orang masih ngantuk? Tidur baru sebentar rasanya, kok sudah dibangunin? Pipi hendak tidur lagi. Ga lama suara Pedro tereak-tereak.
"Pipi!!! Elu ga sekolah! Cepet kalau mau ke sekolah! Motornya mau gue pake, milih mana, gue antar atau elu naik angkot?" Pipi kaget. Hah? Liat jam di dinding, jam tujuh kurang sepuluh menit! Wataww!! Dengan langkah seribu Pipi membuka kunci pintu kamar, melesat ke kamar mandi, nabrak bi Ijah dan Pedro. Pedro dan bi Ijah hanya bisa geleng-geleng kepala.

Di kamar mandi, Pipi langsung kecipak kecipuk, dingin .. brrr cewek tomboy itu mengigil kedinginan. Gosok gigi cepat-cepat dan melesat lagi ke kamar tanpa jeda. Di kamar Pipi tereak.
"Bi Ijah!!!!! Kaos kaki Pipi yang gambarnya gober bebek mana?!" bi Ijah segera ke meja seterika dan mengambil tumpukan kaos kaki disitu. Dibawanya ke kamar Pipi. Dan Pipi sukses siap ke sekolah dengan waktu kurang dari lima menit! Pedro nyengir liat Pipi.
"Napah cengar cengir?! Bi Ijah, ga usah sarapan yah .." bi Ijah menggeleng.
"Ga bisa gitu non. Ntar kalau papi dan mami pulang ngeliat non Pipi tambah kurus gimana, bibi kan bertanggung jawab atas non Pipi dan bang Pedro." Pipi mencibir.
"Iya Pi .. cepet sarapan! Tuh nasi gorengnya dah dingin." Pipi bergegas menyuapi nasi goreng ke mulutnya, kalap. Kalau ga kalap, bisa telat banget ntar. Untung Ende kota kecil yang kemana-mana ga terlalu makan waktu. Selesai makan bi Ijah nyodorin segelas susu hangat. Mau ga mau Pipi negak susunya setengah. Berangkatlah kakak beradik itu ke sekolah.

Di sekolah Pipi nyaris telat. Pak satpam smp Angkasa hampir saja menutup gerbang. Untung hari itu Pipi masih selamat. Masuk kelas, pelajaran pertama adalah Matematika. Dan begitu bu guru meminta ketua kelas mengumpulkan pe er, Pipi hampir pingsan di tempat! Ya ampun lupa mengerjakan pe er! Pipi celingak celinguk ke Rara, Phia dan Gita. Ke tiganya balas menatap Pipi. Pipi pasang tampang melas. Duh, gimana nih!
Setelah semua buku pe er matematika dikumpulkan, ibu guru menghitung jumlah buku.
"Siapa yang tidak masuk sekolah hari ini?" tanya bu guru.
"Hadir semua bu." jawab ketua kelas polos, sembari melirik Pipi yang menatap bu guru dengan tampang takut.
"Lalu?! Siapa yang tidak mengerjakan pe er?!" takut-takut Pipi unjuk jari. Bu guru menatap heran. Karena, memang ga biasa kalau Pipi ga ngerjain pe er. Cewek itu kan paling rajin dan juga pintar. Walhasil Pipi dikeluarkan dari kelas selama pelajaran matematika. Pipi mengeluh ... Duh, ini lah jadinya kalau semalam lebih memilih nonton friends, lupa kalau ada pe er matematika.

Jam istirahat berbunyi, Pipi keluar dari perpustakaan menuju kantin, ketemu geng REWO di koridor sekolah.
"Hei Pi!!!" Gita meninju bahunya.
"Kenapa sih lu? Kok ga ngerjain pe er?" tanya Phie gencar. Rara kalem.
"Lupa. Tapi ga pa pa sih, gue seneng, soalnya di rumah gue bebas banget mau ngapain, mami dan papi kan ke Surabaya." jawab Pipi enteng. Mereka berjalan beriringan menuju kantin.
"Pokoknya seneng banget gue hehehe. Ga ada mami artinya ga ada telenopelah! Ga ada nanis-nanis bombay mami, ga ada tereakan mami yang super itu, ga ada celoteh mami yang bikin budeg, ga diomelin mami, pokoknya hepi!" cerita Pipi antusias dan berapi-api. Anak-anak geng REWO bengong.
"Emang elu ga kangen sama mami lu?" tanya Rara kemudian. Si pendiam ini ga tahan mendengar cerita Pipi.
"Kangen?? Ga lah .. baru jugak satu hari ditinggal, ngapain jugak kangen, wahahahah .. ada-ada ajah .. kangennnn hihihi. Mending kangen Piko." Pipi cengar cengir sembari memasukan potongan gethuk ke mulutnya.
"Whuuu mentang-mentang baru jadian, kangen terus!!!" ledek teman-temannya.

Apa bener Pipi ga kangen sama mami? Heh, ternyata lain di mulut lain di hati yah. Soalnya di hari kedua ini, sorenya Pipi lemes seperti orang habis maraton. Bi Ijah mendekati Pipi.
"Non, kenapa kok lesu gitu? Dari tadi bibi liat, diam terus, duduk lemes di sofa ini. Ga les non?" tanya bi Ijah prihatin. Pipi menggeleng.
"Ga bi... ga ada semangat." bi Ijah ikutan duduk.
"Bibi juga kangen mami non ..." Pipi terkejut. Bi Ijah kangen mami?
"Loh, yang kangen itu kan bi Ijah, bukan Pipi! Pipi ga kangen ah .. belum, baru juga dua hari .. eh tapi tadi ada telpon dari Surabaya ga bi?" tanya Pipi. Bi Ijah menggeleng. Pipi tambah lesu, pamit pada bi Ijah masuk kamar.

Betul-betul lain di bibir lain di hati. Di kamar Pipi menangis! Rebahan di ranjang dengan air mata berurai. Pipi kangen mami! Ga ada irama latino telenopelah, ga ada komentar mami soal telenopelah, ga ada teriakan mami, ga ada yang maksain dia minum susu, ga ada yang nyiapin baju plus kaos kaki di kaki ranjang pas dirinya mandi pagi, ga ada keceriaan di rumah itu! Pipi menangis lagi. Mami kok lama yah .. seminggu. Ampun!! Hati Pipi sesak banget. Dia amat sangat kangen sama mami. Kangen sama semua yang ada pada mami. Basi banget keceriaannya saat mami berangkat, sebenernya dirinya ga kuat pisah dari mami. Mami yang setia nyiramin bunga di beranda depan, mami yang selalu bereksperimen sama resep-resep baru, mami yang kadang aneh tingkahnya, tapi itu mami Pipi, dan saat Pipi gadis itu memendam rindu yang amat besar pada mami!!!

Kenapa mami harus seminggu di Surabaya yah? Mantenan itu kan hanya sehari. Apa mami dan papi sekalian jalan-jalan? Aduh, jalan-jalan sih ga pa pa, mami juga butuh hiburan selain di rumah melulu. Tapi seminggu? Masih lima hari lagi? Pipi menangis lagi. Diraihnya tas sekolah, mengecek pe er sambil menangis. Untunglah ga ada pe er dan ulangan. Pipi menyimpan buku-buku pelajaran sesuai roster lalu rebahan lagi. Gadis itu benar-benar kehilangan tenaga. Mami, miss you so much! Baru dua hari ditinggal dan Pipi sudah seperti anak ayam kehilangan induk bertahun-tahun!

"Non Pipi .. telepon ..." Pipi terkejut mendengar ketukan di pintu kamarnya.
"Iya bi, bentar." Pipi menghapus air matanya, keluar kamar dan melesat ke tempat telepon berada.
"Ya halo siapa? Ini Pipi." seru Pipi. Dan suara dari seberang membuat air mata Pipi yang tadi dah berhenti keluar lagi. Itu mami!
"Mami!!!!!!!!!!! Pulang dong .. huaa huaa huaa huaa .. Pipi kangen!" tereak Pipi ga peduli sama bi Ijah yang terkaget-kaget. Pokoknya dirinya mau mami segera pulang!
"Pipi sayang .. iya iya .. mami disini juga ga bisa ngapa-ngapain, ingat Pipi sama Pedro. Besok mami pulang Pi! Mantenannya udah pagi tadi dan mami ga mau lama-lama lagi di sini, panas Pi! Lagian mami kangen sama Pipi." Pipi loncat-loncat kegirangan! Hore, akhirnya mami pulang juga besok. Setelah basa basi bentar Pipi nutup telepon.
Pedro muncul dengan tampang kusut. Pedro ketiduran! Tidur siang sampai malam begini? Duh, kebiasaan Pipi nular ke Pedro deh.
"Napah lu Pi?! Tereak-tereak kayak orang gila!" bentak Pedro.
"Woh bang Ped, besok mami pulang! Tiba di sini jam tiga sore. Asikkk Pipi kangen mami!" Pedro terbeliak.
"Hah? Kangen mami? Katanya seneng bisa bebas ngapain aja di rumah soalnya mami ga ada ... ternyata, anak mami jugak yah." ejek Pedro. Pipi mencibir, tapi dengan senyum manis mengembang. Gadis itu senang bukan main. Mami pulang lah, anakmu ga sabar menanti dirimu, dan oleh-oleh tentu saja.

Pipi kembali masuk kamar. Nyanyi-nyanyi senang, ayam tetangga yang dah pada bobok terjaga dan ikut berkotek heheheh. Pipi menyadari satu hal, ini lah rasanya bila anak dipisahkan dari ibunya. Bagaimana nasib anak-anak yang orangtuanya bercerai? Mereka ga mungkin mau memilih salah satu dari orang tuanya kan? Mereka kalau boleh memilih, akan memilih bapak dan ibu, mami dan papi, nyak dan babe atau mama dan papa untuk hidup bersama mereka, bukan salah satu dari mereka. Pipi sadar, dia mencintai mami dan papi amat sangat, demikian pula dengan kedua orang tuanya itu. Meskipun cara mereka menyampaikan sayang dan cinta mereka itu rada berbeda, kadang pedit, kadang cerewet, tapi itu adalah bukti sayang mereka ke Pipi dan Pedro. Ah mami, miss you so much! I'm nothing without you ... Pipi memeluk guling erat-erat, tertidur dengan pulas, besok mami pulang .. Pipi bahagia.

tuteh, 6 Maret 2003